Bismillah, baca teliti kemudian ambil kesimpulan.
Tak henti, kita harus selalu bersyukur kepada Allah SWT. terhadap nikmat yang tak bisa kita hitung. Terlebih, saat ini saya masih diberi kesempatan untuk menulis sembari berbagi, dan kita masih diberi kesempatan untuk membaca hal yang semoga bermanfaat selalu.
Sejatinya, pengalaman adalah guru terbaik, namun apa guna makna "guru terbaik" apabila ilmu tersebut hanya untuk kita pribadi. Maka, tercipta lah tulisan ini sebagai bentuk berbagi "guru terbaik" yang semoga bermanfaat untuk kita semua.
Judul pada tulisan kali ini mungkin memancing sedikit kontroversi, namun bukankah selalu ada makna positif dari setiap kontroversi? dan pastinya akan selalu ada hal positif dibalik hal negatif. Kemudian, pengalaman merupakan guru terbaik memang tak asing terdengar di telinga kita, dan itu merupakan hal yang tak salah, namun sebenarnya yang terbaik adalah pengalaman yang memang benar dapat memberikan pelajaran kepada orang lain. Singkatnya, yang terbaik adalah "guru" dari pengalaman kita yang dapat dipetik hasil positif nya dan bermanfaat bagi orang banyak lah yang merupakan guru terbaik yang sebenarnya.
Singkatnya, mari kita berbagi "guru terbaik" yang kita maksud dengan saling berbagi pembelajarn dari pengalaman yang juga saya dapatkan dari "guru terbaik" orang lain yang sangat bermanfaat, yaitu Manajemen dalam pengambilan keputusan.
"MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN"
Dalam hal ini, lebih spesifiknya adalah memanajemen diri pribadi kita, baik dari segi emosional maupun hal lain. Kasusnya, seringkali kita mengambil sebuah keputusan bahkan saat marah. Faktanya, keputusan saat marah bukanlah keputusan rasional, namun berdasarkan emosional kita yang menyebabkan akal sehat tertutupi oleh ego dan amarah. Sebaliknya, mengambil keputusan saat keadaan hati sedang bahagia juga dinilai kurang efektif, yang mana akal sehat akan realistis terhapuskan oleh pikiran imajinasi kita yang sedang berada diatas. Lalu, bagaimana saat yang tepat untuk mengambil keputusan? bukankah ilmu Leadership juga mengajarkan kita untuk berani mengambil keputusan?.
![]() |
https://images.app.goo.gl/i5DQfa5urHDnwGDf7 |
Di sisi lain, mengambil keputusan harus dilakukan dengan tanggap. Keberanian dibutuhkan, terlalu lama memikirkan suatu resiko, malah dapat menimbulkan resiko lainnya. Sejatinya, megambil keputusan memang harus di lakukan dengan cara berani mengambil resiko, bukan dengan banyak memikir terlalu banyak resiko, yang malah menimbulkan resiko baru.
Lantas, bagaimanakah titik tengah dari beberapa hal saling bertolak belakang diatas?. Ketika kalian membaca tulisan ini secara teliti, kalian seolah dibawa kedalam kondisi bahwa mengambil keputusan itu sangatlah sulit. Maka disini lah perlu adanya atau pengalaman yang akan membawa kalian dapat memberikan keputusan terbaik, karna setiap pengalaman yang anda punya membuat pola pengambilan keputusan yang akan berbeda pula. Maka tinggalkan "guru terbaik" anda pada kolom komentar dalam mengatasi hal diatas agar "guru terbaik" kita dapat menjadi guru terbaik bagi orang lain pula.
Setelah sedikit fokus pada topik "Manajemen Pengambilan Keputusan", mari kita kembali membahas judul, Pengalaman "Bukan" Guru Terbaik, adalah tak sepenunya benar/sah. Semua kembali pada diri kita sendiri. Mengapa demikian? karena apabila pengalaman adalah guru terbaik, sedangkan kita tidak belajar dari pengalaman, sebodoh itukah diri kita ketika guru terbaik juga tak membuat diri kita mau belajar?.
Jangan lupa berikan kesimpulan dan tanggapan kalian pada kolom komentar ya!!!
Komentar